SEMARANG | expose.web.id – Puluhan warga dari berbagai komunitas turun ke jalan dalam aksi damai bertajuk “Draw the Line Semarang”, Minggu (21/9/2025), di kawasan Jl. Pahlawan, Semarang. Aksi ini bertepatan dengan momentum Pekan Climate Strike global dan menjadi bagian dari gerakan internasional 350.org yang berlangsung serentak di lebih dari 32 kota di Indonesia.
Di Semarang, aksi digerakkan oleh koalisi organisasi sipil, antara lain Indonesia Young Greens, Ponpes Al-Ishlah Meteseh, XR Semarang, Envera, Bukit Buku, dan Maring Institut. Peserta membentangkan tali rafia merah membentuk garis sebagai simbol “batas” terhadap energi kotor, serta menampilkan wayang kardus sebagai ekspresi seni yang menyuarakan penolakan terhadap kebijakan energi yang dianggap merugikan rakyat.
Wahyu Aji (28) salah satu panitia yang juga mewakili kawan-kawan Extinction Rebellion (XR) Semarang menjelaskan beberapa point tuntutan yang di tekan dalam aksi.
““Kami mendesak Pemprov Jawa Tengah untuk segera melakukan transisi menuju energi bersih dan menghentikan praktik energi kotor, baik melalui PLTU maupun proyek geothermal, serta mulai serius berinvestasi pada transportasi umum yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang merusak harus dihentikan, termasuk proyek tol laut yang memperparah tenggelamnya pesisir pantura,” jelas wahyu kepada awak media. Senin (22/9/2025).

Titik kumpul dimulai di Taman Indonesia Kaya pukul 05.30 WIB. Peserta kemudian bergerak menuju area Car Free Day Semarang hingga pukul 08.30 WIB.
Koalisi menilai Jawa Tengah saat ini menghadapi dampak serius dari penggunaan energi kotor. Mulai dari polusi udara, penyakit pernapasan, kerusakan lingkungan, hingga konflik agraria di sekitar PLTU Batang, Cilacap, dan Jepara.
Dengan tegas Wahyu Aji juga menekan tuntutanya terkait tindak kejahatan lingkungan hingga praktik kriminalisasi terhadap aktivis yang berani bersuara.
“Pemerintah harus tegas menindak kejahatan lingkungan seperti tambang galian C, pencemaran oleh perusahaan, dan kriminalisasi aktivis, serta mengalihkan pendapatan daerah untuk investasi energi bersih. Rakyat butuh oksigen, bukan asap PLTU; butuh pangan sehat, bukan debu tambang. Stop solusi palsu! Kebijakan lingkungan juga harus melibatkan perempuan, anak muda, warga miskin kota, dan kelompok marjinal, agar benar-benar berpihak pada rakyat dan tidak melanggengkan kerusakan.” tegasnya.
Selain tuntutan daerah, aksi ini juga membawa agenda nasional. Di antaranya: pengesahan RUU Keadilan Iklim dan RUU Masyarakat Adat, penghentian kriminalisasi aktivis, serta penerapan pajak pada industri ekstraktif untuk mendanai transisi energi.
Aksi “Draw the Line Semarang” ini menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap energi kotor dan panggilan mendesak agar pemerintah lebih serius mengatasi krisis iklim dengan langkah konkret, adil, dan partisipatif.
Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.