Karawang, Expose – Peredaran obat keras golongan G di Karawang benar-benar sudah kelewat batas. Di Jalan Curug Walahar, tepat di depan sebuah pabrik, transaksi haram ini berjalan terang-terangan. Kiosnya tampak tertutup, tapi nyatanya dijadikan markas penjualan obat keras, seolah kebal hukum dan dilindungi.
Pantauan tim media pada Minggu (7/9/2025) mengungkap modus busuk yang dipakai. Kios sengaja hanya dibuka sedikit, lalu dari dalam tangan seseorang menyodorkan obat sesuai pesanan. Sementara di luar, penjaga kios santai melayani pembeli dengan sistem cash on delivery (COD).
Ironisnya, puluhan orang datang silih berganti setiap beberapa menit tanpa ada rasa takut akan razia aparat.
Lebih parah, saat dimintai keterangan, penjaga kios justru bertingkah arogan. Bukannya menjawab, ia malah bersikap arogan, memeriksa kartu identitas wartawan, dan melontarkan ancaman kasar.
“Urusannya apa? Di sini aman-aman saja, nggak ada yang komplain. Siapa yang lapor? Kalau abang saya datang marah-marah, tahu rasa kamu,” ucapnya.
Puncaknya, di tengah adu mulut, penjual sempat mencoba menyelipkan selembar uang Receh kepada wartawan. Sogokan receh itu menimbulkan dugaan kuat bahwa praktik seperti ini sudah jadi kebiasaan setiap kali wartawan datang – upaya murahan untuk membungkam media.
Siapa yang membekingi mereka hingga berani sebegitu jumawanya? Bagaimana mungkin penjual obat keras berani menantang media, menyuap, dan tetap bebas berjualan di depan mata aparat?
“Warga resah, tapi aparat seolah tutup mata. Kami butuh tindakan tegas, bukan sekadar patroli basa-basi,” tegas seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kini bola panas ada di tangan aparat. Jika tidak segera bertindak, dugaan permainan di balik peredaran obat terlarang ini akan semakin terang benderang.
(Tim)
Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.