Pontianak , Expose – Pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, kembali menyoroti kondisi pelik kepemilikan lahan di Kalimantan Barat, yang dinilai semakin parah. Ia menegaskan perlunya dilakukan audit investigasi atas kepemilikan lahan, khususnya Hak Guna Usaha (HGU) dan Izin Lokasi (INLOK) perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah tersebut.
Menurut Herman, audit investigasi penting untuk memastikan legalitas dan transparansi perizinan, sekaligus menelusuri dugaan pelanggaran hukum. Banyak perusahaan sawit diduga melakukan praktik penggelapan pajak dan membuka galian C di dalam area HGU dengan alasan lahan belum ditanami, praktik yang jelas melanggar aturan namun kerap dibiarkan.
“Audit investigasi akan mengungkap apakah HGU dan INLOK diperoleh secara sah serta sesuai aturan. Jika ditemukan pelanggaran, pemerintah wajib mengambil langkah tegas, termasuk pencabutan izin,” tegas Herman dalam keterangan persnya, Rabu (3/9).
Herman menyebut konflik agraria di Kalbar hampir terjadi di semua kabupaten. Persoalan utama adalah tumpang tindih lahan antara perusahaan dan masyarakat adat atau petani lokal, di mana perusahaan sering mengklaim lahan yang sebenarnya telah digarap turun-temurun oleh warga.
Audit investigasi, menurutnya, dapat membantu memetakan ulang batas-batas lahan secara akurat sehingga penyelesaian konflik bisa dilakukan lebih adil dan transparan.
Selain konflik kepemilikan, Herman juga menyoroti kewajiban kebun plasma yang kerap dijanjikan perusahaan kepada masyarakat namun pelaksanaannya tidak jelas. Banyak laporan menyebut plasma tidak terealisasi atau dikelola tanpa transparansi, sehingga merugikan warga dan negara.
“Pemeriksaan kewajiban plasma dalam audit sangat penting agar hak-hak masyarakat desa benar-benar dipenuhi,” ujarnya.
Herman juga menekankan adanya lahan tidak produktif dalam HGU perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tanah yang tidak diusahakan dapat dicabut haknya dan didistribusikan kepada masyarakat sesuai prinsip land reform.
“Redistribusi lahan harus menjadi solusi nyata agar tanah benar-benar memberi manfaat bagi rakyat, bukan hanya dikuasai segelintir pihak,” tambahnya.
Lebih jauh, Herman menilai pemerintah daerah, khususnya para bupati, belum menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan konflik lahan. Padahal, persoalan ini sudah lama menjadi jeritan warga desa.
“Sayangnya, hingga kini belum ada langkah konkret dari pemerintah daerah. Banyak warga bahkan dikriminalisasi saat memperjuangkan haknya, sementara para bupati seolah menutup mata,” pungkas Herman.
Sumber Suarana.com
Editor: Vin
Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.