Karawang, Expose – Dua wartawan di Karawang dikeroyok saat hendak menelusuri tempat yang diduga menjual obat keras golongan G tanpa izin. Peristiwa terjadi di Dusun Peundeuy, Desa Karyamukti, Kecamatan Lemahabang. Wartawan Ar mengalami luka-luka, sementara rekannya Alf selamat tanpa cedera serius.
Seorang warga Peundeuy menyebutkan, kasus ini bukan pertama kali terjadi.
“Sudah banyak laporan dan keluhan warga terkait peredaran obat keras, tapi tetap saja tidak ditindak. Kios sempat tutup sementara, tapi buka lagi,” ujarnya sabtu malam 13/09/2025.
Warga lain, yang kesal dengan lambannya aparat, menyatakan siap melaporkan kasus ini langsung ke Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, jika tidak ada tindakan tegas.
Korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Karawang pada Sabtu malam, 13 September 2025. Unit Reskrim Polres Karawang datang melakukan pengecekan lokasi dan membawa Ar untuk visum ke RSUD Karawang, sesuai prosedur pelaporan.
Tim investigasi Expose sebelumnya menemukan sejumlah kios di Karawang yang tetap melayani penjualan obat keras secara sistem COD, meski tampak tertutup dari luar. Modus ini membuat aparat kesulitan menindak, sementara puluhan pembeli datang silih berganti tanpa rasa takut.
“Pelaku jelas berani buka ruko atau sewa toko. Itu artinya keuntungan dari bisnis kotor ini luar biasa besar, sementara aparat seolah lamban. Masyarakat hanya bisa resah melihat anak-anak kita jadi korban,” kata Baba, tokoh pemuda beberapa hari lalu.
Fenomena penyamaran ini bukan kasus tunggal. Tim investigasi mencatat puluhan titik di berbagai wailayah di Karawang yang diduga menjadi pusat peredaran obat keras golongan G.
Hingga berita ini terbit, media masih mencari kejelasan, sementara korban menunggu hasil laporan resmi yang telah disampaikan.(red)
Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.